Selasa, 05 Januari 2016

perbedaan Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi



BAB 1
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar stas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.
Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar serta perlu dilembagakannya peranan hukum dan hakim yang dapat mengontrol proses dan produk keputusan-keputusan politik yang hanya mendasarkan diri pada prinsip, The Rule of Majority”.
Karena itu, fungsi-fungsi Judicial Review atas konstitusionalitas Undang-Undang dan proses pengujian hukum atas tuntutan pemberhentian terhadap Presiden dan / Wakil Preseiden dikaitkan dengan fungsi MK. Disamping itu juga diperlukan adanya mekanisme untuk memutuskan berbagai persengketaan yang timbul dan tidak dapat diseleseaikan melalui proses peradilan yang biasa, seperti sengketa Pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai politik. Perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan kebebasan para warganegara dalam dinamika system politik demokratis yang dijamin oleh UUD 1945.


B. Tujuan Penulisan
Makalah  ini saya dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Tata Negara serta agar ingin lebih megkaji dan memahami tentang Hukum Tata Negara
C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Mahkamah Konstitusi ?
2. Apa saja Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi ?
3. Bagaimana Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Mahkamah Konstitusi ?

D. Sistematika Penulisan
- Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, dan sistematika penulisan.
- Bab II  merupakan bab Pembahasan yang merupakan esensi dari isi makalah tersebut ini
- Bab III adalah merupakan bab peutup yang berisikan kesimpulan dan saran.








BAB II
PEMBAHASAN
1.                   Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi
A.                Pengertian Konstitusi
Menurut Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, Sejumlah ketentuan hukum yang disusun secara sistematik untuk menata dan mengatur pada pokok-pokoknya struktur dan fungsi lembaga pemerintahan, termasuk hal ikhwal kewenangan dan batas kewenangan lembaga-lembaga negara itu.
Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie Hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis.
Konsititusi adalah keseluruhan system ketata negaraan suatu Negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk , mengatur atau memerintah Negara.
Jadi konstitusi dalam arti luas, Adalah keseluruhan dasar atau hkum dasar yang tertulis
atau pun tidak ataupn campuran.
Dalam arti sempit , adalah piagam dasar (UUD) yaitu dokumen lengkap mengenai peraturan dasar Negara

a.            Pembagian Dan Klasifikasi Konstitusi
1.      Konstitusi absolute ( absolute begrif der verfassung )
2.      Konstitusi relative ( relative begrif der verfassung )
3.      Konstitusi positif ( positive begrif der verfassung )
4.      Konstitusi ideal ( ideal begrif der verfassung )




1. Konstitusi absolute, dibagi dalam :
  Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang  mencangkp bangunan hokum
  Konstitusi sebagai bentuk Negara dalam arti keseluruhan ( bentuk  Negara demokrasi )
  Konstitusi sebagai factor integritas, bersifat abstrak dan fungsional. contohnya bendera sebagai lambing Negara
  Konstitusi sebagai system tertutup dari norma hokum, jadi konstitusi adalah norma dasar sebagai sumber hokum bagi norma lainnya.
2. Konstitusi dalam arti relative
Adalah konstitusi untuk golongan tertentu. Konstitusi ini di bagi kedalam:
  Konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal
  Konstitusi sebagai arti rormal tertulis ( berhubungan supaya hak- hak tidak dilanggar oleh pengasa)
3. Konstitusi dalam arti positif
Adalah putusan yang tertinggi berhubungan dengan pembuatan UUD yang menentukan nasib seluruh rakyatnya. Yaitu proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945.
4.  Konstitusi dalam arti ideal
Adalah konstitusi yang berisi jaminan bagi rakyatnya agar hak- haknya di lindungi.

b.      Nilai Konstitusi
1.   Nilai normatif, di dapat jika penerimaan segenap rakyat suatu Negara  oleh konstitusi benar-benar secara murni dan konsekwen.
2.   Nilai nominal, adanya batasan masa berlakunya suatu konstitusi. Contohnya, PPKI
3.   Nilai sematik, konstitusi hanya sekedar istilah. Contohnya, UUD 45 masa orde baru hanyalah di gunakan untuk alat pemuas penguasa , tidak di jalankan secara sungguh-sungguh.


c.      Sifat konstitusi
1.   Formil dan materil
Formil adalah konstitusi yang tertulis dalam suatu ketata negaraan, konstitusi ini dapat berfungsi atau bermakna jika telah berbentuk naskah tertulis dan diundangkan. Contohnya, UUD 1945
Materil adalah konsyitusi yang dilihat dari segi isinya
2.   Flexible ( flexsible conctitution ) dan rigid ( rigid concituation )  dikatakan flexible jika memiliki ciri:
    Elastic, karena dapat dengan mudah menyesuaikan diri
    Diumumkan dan di ubah dengan cara yang sama seperti UU
Menurut MOH. KUSNARDI dan HARMAILY IBRAHIM dikatakan flexsible
dan rigid :
- cara mengubah konstitusi
- Apakah konstitusi mudah atau tidak mengikuti zaman ( dinamis)
3. Tertulis dan tidak tertulis

d.      Perubahan konstitusi
1. Perubahan konstitusi, menurut C. F. Strong
a. Kekuasaan legislative
Perubahan konstitusi dengan cara ini dilakukan dengan syarat :
1.   Dalam siding perubahan konstitusi harus di hadiri oleh minimal 2/3 atau 2/4 dari jumlah anggota dan perubahan konstitusi dianggap sah jika usulan perubahan di stujui oleh suara terbanyak ( 2/3).
2.   Sebelum perubahan dilakukan, lembaga perwakilan rakyat di  bubarkan, lalu diadakan pemilu yang baru dan lembaga  perwakilan rakyat yang baru ( sebagai konstituante ) yang  melakukan perubahan konstitusi.
3.   Untuk melakukan perubahan DPR dan MPR melakukan siding gabungan, sah jika di setujui oleh 2/3 dari anggotanya.



b.         Oleh rakyat melalui referendum.
Perubahan konstituante dengan pendapat langsung dari rakyat. Pendapatnya berupa : referendum, plebisit dan popular vote.
Contohnya : referendum di prancis.
c.     Oleh Negara bagian
Terjadi hanya pada Negara federal karena pembentukan Negara
federan dilakukan oleh Negara –negara yang membentuknya dan
kostitusi adalah bentuk perjanian.
d.    Dengan konversi ketata negaraan
Terjadi jika untuk merubah konstitusi harus adanya badan khusus.
Contohnya untuk merubah UUD 50, dibentuk majelis perubahan
UUD.
Menurut K.C W heare, perubahan konstitusi melalui 4 cara :
1.   Some primary forces ( dengan orang-orang yang berpengaruh )
2. formal amendement ( sesuai UU)
3. iudicial interpretation ( penafsiran hokum )
4. usage and custom ( kebiasaan dan adat istiadat kenegaraan )

a.            Mahkamah Konstitusi
Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa:
1.      Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.      Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.      Permohonan adalah permohonan yang diatur secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai :
1.      Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.      Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.      Pembubaran partai politik.
4.      Perselisihan tentang hasil pemilihan umum, atau pendapat DPR bahwa Presiden dan / Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan / atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.                  Kewenangan dan Hak MK
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah :
1.                  Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusnya bersifat final untuk:
·         Menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945
·         Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
·         Memutuskan pembubaran partai politik, dan
·         Memutuskan perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
·         Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945
2.         Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum beruppa pengkhiyanatan terhadap Negara, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan / atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Neagra Indonesia Tahunjh 1945.

3.         Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa :
a. Pengkhianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaiana diatur dalam Undang-Undang
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pudana penjara 5 (lima ) tahun atau lebih
d. Perbuatan yang tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan /atau Wakil Presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa MK mempunyai 4 Kewenangan Konstitusional yaitu :
1.      Menguji undang-undang terhadap UUD
2.      Memutuskan sengketa kewenangan antara lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
3.      Memutuskan sengketa hasil pemilu
4.      Memutuskan pembubaran partai politik
Sementara kewajiban Konstitusi MK adalah memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945.
Tanpa harus mengecilkan arti kewenangan lainnya dan apalagi tidak cukup ruang untuk membahasnya dalam makalah singkat ini, maka dari keempat kewenangan dan satu kewajiban konstitusional tersebut, yang dapat dikatakan paling banyak mendapat sorotan di dunia ilmu pengetahuan adalah pengujian atas Konstitusionalitas.
3.      Tanggung Jawab dan akuntabilitas MK
Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organoisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih.
Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai :
·         Permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputuskan.
·         Pengelolaan keuangan dan tugas administrasi Negara lainnya.
Laporan sebagaimana dimaksud diatas dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.
a.            Hakim Konstitusi
Hakim Konstitusi harus mempunyai syarat sebagai berikut :
1.      Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
2.      Adil, dan
3.      Negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat diantaranya :
1.      Warga Negara Indonesia
2.      Berpendidikan sarjana hukum
3.      Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan
4.      Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang lebih memperoleh kekuatan hukum tetap karena tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih ;
5.      Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan ; dan
6.      Mempunyai pengalaman kerja dibidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung. 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat , dan tiga orang oleh Presiden. Masa jabatan Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Hakim Konstitusi Periode 2003-2008 adalah :
1. Jimly Asshiddiqie
2. Mohammad Laela Marzuki
3. Abdul Muktie Fadjar
4. Achmad Roestandi
5. H.A.S. Natabaya
6. Harjono
7. I Dewa Gede Palguna
8. Maruarar Siahaan
9. Soedarsono


b.         Sejarah MK
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat (2), pasal 24C, dan pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Ssetelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sebagaimana diatur dalam pasal III aturan peralihan UUD 1945 hasil perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tantang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam , DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi pada 13 agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi diistana Negara pada tanggal 16 agustus 2003.
Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah Prof. dr . jimli Asshiddiqie SH. Guru Besar hukum tata Negara Unoversitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antara anggota hukum Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.

c.             Mahkamah Agung Dengan Mahkamah Konstitusi

Perbedaan kewenangan antara Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung dalam hal Judicial Review yaitu dalam hal pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar harus dimohonkan kepada Mahakamah Konstitusi, sedangkan pengujian seluruh peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan kepada Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung merupakan kekuasaan kehakiman yang memiliki kekuasaan negara yang merdeka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Indonesia. Mahkamah Agung sendiri merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlebas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya. yang pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 dan Pasal 25. 
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi adalah penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 Amandemen ke III
Menurut UUD 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
  1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangan di bawah UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU
  2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
  3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi(pemberian pengampunan/pengurangan hukuman) dan rehabilitasi (pemulihan nama baik)
Kedudukan:
1.  Sebagai Lembaga Negara yang berfungsi sebagai pengadilan tertinggi bagi semua peradilan terlepas  dari pengaruh Pemerintah dan pengaruhpengaruh lainnya;
2.     Susunan Mahkamah Agung diatur dengan undang-undang;
3.  Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden;
4.  Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung;
5.     Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung diatur dalam undang-undang.



Menurut UUD 1945, kewajiban dan wewenang Mahkamah Kosntitusi adalah:
  1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
  2. Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Kedudukan :
1.  Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
2.  Susunan Mahkamah Konstitusi diatur dalam undang-undang;
3.  Mempunyai sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh masing-masing Presiden tiga orang, DPR tiga orang, dan Mahkamah Agung tiga orang;
4.  Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi.

d.            Perbandingan MK dengan Negara lain
Sejarah pengujian (judicial review) dapat dikatakan dimulai sejak kasus Marbury versus Madison ketika Mahkamah Agung Amerika Serikat yang dipimpin oleh Marsall pada tahun 1803. sejak itu, ide penguji UU menjadi popular dan secara luas didiskusikan dimana-mana. Ide ini juga mempengaruhi sehingga “ The Fouding Fathers “ Indonesi dalam siding BPUPKI tanggal 15 juli 1945 mendiskusikannya secara mendalam.
Muhammad Yamin yang pertama sekali mengusulkan agar Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk “ …membandingkan UU…” demikian setelah itu. Akan tetapi ide ini ditolak oleh Soepomo karena dinilai tidak sesuai dengan paradigma yang telah disepakati dalam rangka penyusunan UUD 1945, yaitu bahwa UUD Indonesia menganut system supremasi MPR dan tidak menganut ajaran “ trias politica “, sehingga tidak memungkinkan ide pengujian UU dapat diadopsikan kedalam UUD 1945.
Namun sekarang setelah UUD 1945 mengalami perubahan 4 kali paradigma pemikiran yang terkandung didalamnya jelas sudah berubah secara mendasar. Sekarang, UUD 1945 tidak lagi mengenal prinsip supremasi parlemen seperti sebelumnya, jika sebelumnya MPR dianggap sebagai pelaku kedaulatan rakyat sepenhnya dan sebagai penjelmaan seluruh rakyat yang mempunyai kedudukan tertinggi dan dengan kekuasaan yang tidak terbatas, maka sekarang setelah perubahan keempat UUD 1945, MPR itu bukan lagi lembaga satu-satunya sebagai pelaku kedaulatan rakyat. Karena Presiden dan/ atau Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat maka disamping MPR, DPR, dan DPD sebagai pelaku kedaulatan rakyat dibidang legislative.
Bahkan seperti itu juga terjadi disemua Negara-negara lain yang sebelumnya menganut system supremasi parlemen dan kemudian berubah menjadi Negara demokrasi, fungsi pengujian UU ditambah fungsi-fungsi lainnya itu selalu dilembagakan kedalam fungsi lembaga Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri diluar Mahkamah Agung. Kecenderungan seperti ini dapat dilihat disemua Negara eks komunis yang sebelumnya menganut prinsip supremasi parlemen lalu kemudian berubah menjadi demokrasi, selalu membentuk MK yang berdiri sensiri diluar MA
Ada beberapa jenis lembaga Mahkamah Konstitusi yang berbeda dari Negara yang satu dengan yang lainnya. Seperti nagara Venezuela dimana Mahkamah Konstitusinya berada dalam Mahkamah Agung. Ada pula Negara yang tidak membentuk lembaganya sendiri, melainkan menganggapnya cukup mengaitkan fungsi mahkamah ini sebagai salah satu fungsi tambahan dari fungsi Mahkamah Agung yang telah ada. Amerika serikat dan semua Negara yang dipengaruhinya menganut pandangan seperti ini juga.
Akan tetapi, sampai sekarang diseluruh dunia terdapat 78 negara yang melembagakan bentuk-bentuk organ konstitusi ini sebagai lembagatersendiri diluar lembaga Mahkamah Agung. Negara pertama yang tercatat mempelopori pembentukan lembaga baru ini adalah Austria tahun 1920, dan terakhir adalah Thailand tahun 1998 dan selanjutnya Indonesia yang menjadi Negara ke-78 yang membentuk lembaga baru ini diluar Mahkamah Agung.
Namun, di antara ke-78  negara itu tidak semua menyebutkan dengan Mahkamah Konstitusi. Negara-Negara yang dipengaruhi oleh Prancis menyebutnya Dewan Konstitusi, sementara Belgia menyebutnya Arbitrase Konstitusional. Orang-orang Prancis cenderung demikian , karena lembaga ini tidak menganggap sebagai peradilan dalam arti Lazim. Karena itu para anggotanya tidak disebut Hakim. Terlepas dari perbedaan ini, yang jelas di 78 negara itu, Mahkamah Konstitusi dilembagakan tersendiri diluar Mahkamah Agung.
Kedua nilai ini perlu dipisahkan karena pada hakikatnya keduanya memang berbeda. Mahkamah Agung lebih merupakan “ Pengadilan Keadilan “ Sedangkan Mahkamah Konstitusi l;ebih berkenaan dengan “ Lembaga Peradilan Hukum“. Memang tidak dapat dibedakan seratus persen dan mutlak sebagai “ Court of Justice versus Court of Law “ yang sering didiskusikan sebelimnya .
DPR dan pemerintah membuat rancangan Undang-Undang tentang Mahkamh Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam kemudian menyetujui Undang-Undang tersebut, ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama Guu Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia terpilih dalam rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Agustus 2003 dan menjadi orang pertama dalam Mahkamah Konstitusi.
Awalnya semua kegiatan diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi sehingga Mahkamah Agung dapat berkonsentrasi menangani perkara-perkara yang diharapkan dapat mewujudkan suatu rasa keadilan bagi setiap warga negaranya. Akan tetapi, Nyatanya UUDE 1945 tetap memberikan kewenangan pengujian terhadap peraturan dibawah UU kepada Mahkamah Agung. Dipihak lain, Mahkamah Konstitusi diberi tugas dan kewajiban memutuskan dan membuktikan unsur-unsur kesalahan dan tanggung jawab Pidana Presiden dan/ atau Wakil Presiden yang menurut pendapat DPR telah melakukan pelanggaran hukum menurut UUD
Seperti sengketa Pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai politik. Perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan kebebasan para warganegara dalam dinamika system politik demokratis yang dijamin oleh UUD 1945. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian sengketa atas hasil pemilihan umum dan pembubaran partai politik juga dikaitkan dengan kewenangan, melainkan menganggapnya cukup mengaitkan fungsi mahkamah ini sebagai salah satu fungsi tambahan dari fungsi Mahkamah Agung yang telah ada. Amerika serikat dan semua Negara yang dipengaruhinya menganut pandangan seperti ini juga

BAB III
PENUTUP
A.                 Simpulan
Sesuai dengan pemaparan tersebut di atas, sejak Putusan Mahkamah Agung Nomor 12P/HUM/2009 merupakan putusan yang diputus di luar kewenangan dari Mahkamah Agung. Dalam hal ini wewenang Mahkamah Agung memang dapat menguji materiil suatu undang-undang terhadap undang-undang, namun dengan adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi kewenangan tersebut telah beralih kepada Mahakamah Konstitusi yang antara lain yaitu:
1.      Mengadili tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
i.        Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945
ii.      Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangnnya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
iii.    Memutus pembubaran partai politik.
iv.    Memutus perselisihan tentang hasil pemilu
2.      Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan terela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan azas hukum mengenai peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa
”Peraturan perundang-undangan yang lebih umum akan segera tidak diberlakukan jika terdapat peraturan perundang-undangan lain yang lebih khusus.”
            Dalam hal ini Undang-Undang Dasar 1945 merupakan peraturan umum sedangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Konstitusi cakupannya lebih khsus. Maka yang diberlakukan adalah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Tahun 2004, dan Mahkamah Agung tidak berwenang dalam memberikan putusan tersebut karena sesuai dalam Pasal 10 yang menyatakan bahwa:
”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945”
B.                 Saran
Berdasarkan hal tersebut diatas sudahlah pasti Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu Mahkamah yang paling tinggi bersama Mahkamah Agung , Mahkamah Agung hanya memperhubungkan dengan Undang-Undang, dan Peraturan Daerah, sedangkan Mahkamah Konstitusi (Judicial review) menempatkan UUD 1945, Undang-undang, yang mengkaji Undang-undang dengan UUD 1945. Agar maksud tersebut bisa dicanangkan maka hendaklah pemerintah seperti Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak melakukan hal-hal yang membuat kesalahan yang tidak bertanggung jawab karena Mahkamah Konstitusi akan menindak tegasnya.


DAFTAR PUSTAKA









Pajak dan peran negara dalam penyelenggaraan pendidikan



Pajak dan Peran Negara dalam Penyelenggaraan Pendidikan
A.                Pengertian  Pajak
Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pengetian pajak menurut bebetapa ahli :
1.Prof Dr Adriani
pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
pajak adalah iuran  rakyat  kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang)
(dapat dipaksakan  dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
            Lima unsur pokok dalam defenisi pajak
  • Iuran / pungutan
  • Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
  • Pajak dapat dipaksakan
  • Tidak menerima kontra prestasi
  • Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Karakteristik pokok dari pajak adalah: pemunngutanya harus berdasarkan undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak dan berat ringannya  tariff pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut didalam menetapkan rumusannya.

B.                 HUKUM  PAJAK
Hukum Pajak Adalah Keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerinth untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Sehingga hukum pajak tersebut merupakan hukum publik yang mengatur hubungan negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak.
            Hukum pajak dibedakan atas:
  1. Hukum pajak material
Yaitu: memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang dikenakan pajak dan siapa-siapa yang dikecualikan dengan pajak dan berapa harus dibayar.
  1. Hukum pajak formal
Yaitu  memuat ketentuan-ketentuan bagaiman mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan.
Berdasarkan UU NO 34 THN 2000 tentang perubahan atas uu no 18b thn 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah maka jenis pajak untuk profinsi kabupaten, kota adalah sebagai berikut:
a. Jenis pajak propinsi terdiri dari
·            pajak kendraan bermotor dengan kendraan atas air, bbn kendraan bermotor dan atas air
·            pajak bahan bakar kendraan bermotor
·            pajak pengeambilan dan pemanfaatan air bawh tanah dan permukaan
b.     Jenis pajak kabupaten kota
·            pajak hotel, restoran, hiburan , pajak reklame, pajak penerangan jalan , pajak pengambilan bahan galian golongan c , pajak parker.

untuk lebih mendalami perpajakan secara garis besar kita harus mengetahui :
1.      siapa yang dikenakan pajak( subjek pajak)
2.      apa yang dikenakan pajak ( objek pajak)
3.      berapa pajaknya (tariff pajak)
4.      bagaimana melaksanakan hukum pajak
·         Pajak Dapat Dipaksakan
            Undang-undang memberikan wewenang kepada fiskus untuk memaksa wp untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban pajaknya. Sebab undang undang menurut sanksi-sanksi pidana fiscal (pajak) sanksi administrative yang kususnya diatur oleh undang-undang no 19 tahun 2000 termasuk wewenang dari perpajakan untuk mengadsakan penyitaan terhadap harta bergerak/ tetap wajib pajak.
            Dalam hokum pajak Indonesia dikenal lembaga sandera atau girling yaitu wajib pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak namun selalu menghindari pembayaran pajak dengan berbagai dalih, maka fiskus dapat menyandera wp dengan memasukkannya kedalam penjara.
·         Pajak tidak menerima kontra prestasi
            Ciri kas pajak dibandiong dengan jenis pungutan lainnya adalah wajib pajak (tax payer ) tidak menerima jasa timbal yang dapat ditunjuk secara langsung dari pemerintah namun perlu dipahami  bahwa sebenarnya subjek pajak ada menerima jasa timbal tetapi diterima secara kolektif bersama dengan masyarakat lainnya.
·         Untuk membiayai biaya umum pemerintah
            Pajak yang dipungut tidak pernah ditujukan untuk biaya khusus . dipandang dari segi hokum maka pajak akan terutang apabila memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif .
            Syarat objektif : ,yang berhubungan dengan objek pajak misalnmya adanya penghasilan atau penyeerahan barang kena pajak . syarat subjektif adlah syarat yang berhubungan dengan subjek pajak , apakah orang pribadi atau badan.
            Struktur pajak di Indonesia berdasarkan urian diatas adalah sebagai berikut:
  1. pajak penghasilan (PPh)
  2. pajak pertambahan nilaio barang dan jasa dan penjualan atas baeang mewah
  3. pajak bumi dan bangunan
  4. pajak daerah dan retribbusi daerah
  5. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
  6. bea materai
untuk mewujudkan pajak-pajak tersebut menjadi kenyataan, terdapat hokum pajak formal yaitu UU RI NO 16 thn 2000 tentang perubahan kedua dari uu no 6 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Bagi wajib pajak yang menghindari pajak uu no 19 thn 2000 tentang p[enagihan pajak dan surat paksa.
Bagi wajib pajak yang banding berdasarkan uu no 17 thn 1997 tentang badan penyelesaian sengketa pajak BPSP tyelah disebutkan diatas telah diubah dan diganti dengan uu no 14 thn 2002 tentang penaagihan pajak







C.                FUNGSI  PAJAK

1.                  Fungsi budgetair
Fungsi budgeteir merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan  dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perepajakan yang berlaku “segala pajak untuk keperkuan negara berdasarkan undang-undang.
Yang dimaksud dengan memasukkan kas secara optimal adalah sebagi berikut:
·      Jangan sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak membayar kewajiban pajaknya.
·      Jangan sampai wajib pajak tidak melaporkan objek pajak kepada fiskus
·      Jangan sampai ada objek pajak dai pengamatan dan perhitungan fiskkus yang terlepas
Dengan demikian maka optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tercipta atas usaha wajib pajak dan fiskus.
System pemungutan pajak suatu negara menganut dua system :
  1. Self assessment system; menghitung pajak sendiri
  2. official assessment system ;menghitung pajak adalah pihak fiscus
factor yang turut mempengaruhi optimalisasi pemasukan dana kekas negara adalah
  1. Filsafat Negara
negara yang berideologi yang berorientasi kepada kesejahtraan rakyat banyak akan mendapat dukungan dari rakyatnya dalam hal pembayaran pajak. Untuk itu rakyat diikut sertakan dalam menentukanberat rinngannya pajak melalui penetapan undang-undang perpajakan oleh DPR sebaliknya dinegara yang berorientasi kepada kepenmtingan penguasa sangat sulit untuk mengharapkan partisipasi masyarakat untuk kewajiban pajaknya.

  1. Kejelasan Undang-Undang Dan Peraturan Perpajakan
yang jelas mudah dan sederhana serta pasti akan menimbulkan penafsiran yang baik dipihak fiscus maupun dipihak wajib pajak
  1. Tingkat Pendidikan Penduduk / Wajib Pajak
secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan wajib pajak maka makin mudah bagi mereka untuk memahami peraturan perpajakan termasuk memahami sanksi administrasi dan sanksi pidana fiscal.
  1. Kualitas Dan Kuantitas Petugas Pajak Setempat
ssangat menentukan efektifitas uu dan peraturan perpajakan . fiscus yang professional akan akan berusaha secara konsisten untuk menggali objek pajak yang menurut ketentuan pajak harus dikenakan pajak.
  1. strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak di Indonesia
unit-unit untuk ini adalah
·                  kantor pelayanan pajak
·                  kantor pemeriksaan dan penyelidikan pajak yanmg dilakukan dirjen pajak

perwujudan fungsi budgetair dalam kehidupan kenegaraan dapat terlihat dalam APBN yang setiap tyahun disahkan dengan undang-undang. Penerimaan negara selalu meningkat dari tahun ketahun khususnya setelah reformasi uu perpajakan thn 1983/1984.
2.                  Fungsi regulerend
Atau fungsi mengatur dan sebagainya juga fungsi pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu , dan sebagainya sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijakan, mis : pajak atas minuman keras ditinggikan untuk mengurangi konsumsi fasilitas perpajakan sehingga perwujudan dari pajak regulerend yang terdapat dalam UU No I tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Contoh:
1)     bea materai modal
2)     bea masuk dan pajak penjualan
3)     bea balik nama
4)     pajak perseroan
5)     pajak devident
D.        Yusdifikasi Pajak Dan Prinsip Pemungutan Pajak
            Dalam hal ini akan dikemukakan asas-asas pemungutan pajak dan alas an-alasan yang menjdi dasar pembenaran pemungutan pajak oleh fiskus negara, sehingga fiskus negara merasa punya wewenang untuk memungut pajak dari penduduknya.
Teori asas pemungutan pajak :
1)      Teori ansuransi
Negara berhak memungut pajak dari penduduk karena menurut teori ini negara melindungi semua rakyat dan rakyat membayar premi pada negara.
2)      Teori kepentingan
Bahwa negara berhak memungut pajak karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan pada negara, makin besar kepentingan penduduk kepada negara maka makin besar pula pajak yang harus dibayarnya kepada negara.
3)      Teori bakti
Mengajarkan bahwa pwnduduk adalah bagian dari suatu negara oleh karena itu penduduk terikat pada negara dan wajib membayar pajak pada negara dalam arti berbakti pada negara.
4)      Teori gaya pikul
Teori ini megusulkan supaya didalam hal pemungutan pajak pemerintah memperhatikan gaya pikul wajib pajak.
5)      Teori gaya beli
Menurut teori ini yustifikasi pemungutan pajak terletak pada akibat pemungutan pajak. Misalnya tersedianya dana yang cukup untuk mrmbiayai pengeluaran umum negara, karena akibat baik dari perhatian negara pada masyarakat maka pemuingutan pajak adalah juga baik.
6)      Teori pembangunan
Untuk Indonesia yustifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah pembangunan dalam arti masyarakat yang adil dan makmur
            Disamping itu terdapat juga asas-asas pemungutan pejak seperti:
  • Asas yuridis yang mengemukakan supaya pemungutan pajak didasarkan pada undang-undang
  • Asas ekonomis yang menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalangi produksi dan perekonomian rakyat
  • Asas finansial menekankan supaya pengeluaran-pengeluaran untuk memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut.
Prisip-prinsip pemungutan pajak:
            Menurut Era Saligman ada empat Prisip pemungutan pajak:
  • Prisip fiscal
·         Prinsip Administrative
  • Prinsip ekonomi
  • Prinsip Etika

D.                PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH

1.                  Masalah Dan Prospek
Otonomi Daerah yang dilaksanakan sejak tahun 2001 membawa perubahan besar dalam pengelolaan pendidikan. Di era otonomi daerah, Pemda bertanggung jawab atas pengelolaan sektor pendidikan di semua jenjang di luar pendidikan tinggi (SD, SLTP, SLTA). Dari sisi substansi, Pemda bertanggung jawab atas hampir segala bidang yang terkait dengan sektor pendidikan (kecuali kurikulum dan penetapan standar yang menjadi kewenangan Pusat). Studi ini bertujuan untuk:
(1)  melihat perubahan yang terjadi dalam hal pola pembiayaan pendidikan
setelah diberlakukannya otonomi daerah,
(2)  melihat perkembangan kemampuan Pemda untuk membiayai sektor pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya,
(3)  melihat berbagai masalah
yang muncul dalam pembiayaan pendidikan di era otonomi daerah, serta
(4)  merumuskan serangkaian rekomendasi guna mengatasi berbagai masalah yang muncul tersebut. Hasil studi inimenunjukkan bahwa:
(1). pelimpahan keuangan dari Pusat ke Daerah dalam rangka pengelolaan sektor pendidikan baru sampai pada taraf pemenuhan kebutuhan rutin, khususnya gaji pegawai,
(2).  secara relatif, kemampuan Pemda untuk membiayai sektor pendidikan tidak mengalami
perbaikan dengan diberlakukannya otonomi daerah, bahkan tidak sedikit daerah yang justru mengalami penurunan,
(3).  masalah utama yang melatarbelakanhi persoalan pembiayaanpendidikan di era otonomi daerah adalah rendahnya akuntabilitas publik (public accountability), baik di level Pusat maupun di level daerah. Berdasarkan temuan tersebut, paling tidak ada dua solusi yang ditawarkan oleh studi ini, yakni:
(1).  alokasi dana APBN untuk pembangunan sector pendidikan sebaiknya dilakukan melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) sector pendidikan, bukan melalui DIP departemen teknis (Depdiknas), serta
(2)   Pemda sebaiknya mempertimbangan implementasi sistem earmarking dalam pembiayaan sektor pendidikan di daerah.

a. Latar Belakang
Kondisi umum sektor pendidikan di Indonesia ditandai oleh rendahnya kualitas Sumber daya manusia (SDM), sekitar 58% dari tenaga kerja Indonesia hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau kurang. Pada saat yang sama, hanya 4% dari tenaga kerja yang berpendidikan tinggi.
Prospek peningkatan kualitas SDM di masa yang akan datang pun terlihat suram. Rata-rata angka partisipasi pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi masih relative rendah (56% untuk SLTP, 32% untuk SLTA dan 12% untuk perguruan tinggi).

Dalam kondisi demikian itulah otonomi daerah (termasuk di dalamnya sektor pendidikan) dilaksanakan. Di era otonomi daerah, urusan pendidikan dari tingkat TK hingga SLTA menjadi tanggung jawab daerah, hanya perguruan tinggi yang masih dipegang Pusat. Jelas bahwa masa depan pendidikan sangat tergantung pada kemampuan Pemda dalam mengelola sektor pendidikan.

2. Otonomi Daerah
2.1. Pola Pembiayaan Sektor Pendidikan

Perubahan kewenangan pengelolaan pendidikan dengan segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah, praktis hanya pembiayaan sekolah dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemda, sedangkan SLTP dan SLTA (dan juga perguruan tinggi) menjadi tanggung jawab Pusat. Pembiayaan SLTP dan SLTA dilakukan melalui Kanwil Depdiknas (di tingkat propinsi) dan Kandepdiknas (di tingkat kabupaten/kota).
Setelah diberlakukannya otonomi daerah, sebagaimana disinggung di atas, seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA menjadi tanggung jawab Pemda. Konsekwensinya, tidak ada lagi Kanwil dan Kandepdiknas, yang ada hanyalah Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang berada di bawah kendali Pemda, dan Dinas Pendidikan propinsi yang berada di bawah kendali Pemprop. Antara Dinas Pendidikan kabupaten/kota dengan Dinas Pendidikan propinsi tidak ada hubungan hierarkhis, sedangkan propinsi masih tetap mengemban amanat sebagai perwakilan pemerintah pusat. Dengan konfigurasi kelembagaan seperti itu, jelas bahwa Pusat tidak lagi punya “tangan” di daerah untuk mengimplementasikan program-programnya. Implikasinya, setiap program di tingkat sekolah harus dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda, atau khususnya Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
Dengan konfigurasi kelembagaan yang seperti itu pula, pola pembiayaan pendidikan  mengalami perubahan yang cukup mendasar. Daerah memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk membiayai sektor pendidikan dengan menggunakan APBD-nya. Dukungan dari Pusat (dan Propinsi) tetap dimungkinkan, tetapi juga harus melalui mekanisme APBD, atau paling tidak tercatat di dalam APBD kabupaten/kota.
Tantangan pertama yang harus dihadapi oleh para pengelola pendidikan adalah masalah pendanaan. Sebagai ilustrasi, rendahnya kualitas gedung sekolah, terutama SD, merupakan salah satu dampak keterbatasan kemampuan pemerintah dalam memobilisasi dana untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memberi beban yang sangat berat bagi pemerintah. Pasal 49 menyatakan bahwa pemerintah (pusat maupun daerah) harus mengalokasikan minimal 20% anggarannya untuk keperluan sektor pendidikan di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.

2.2.  Alternatif Solusi di Tingkat Pusat
Jadi, sambil menunggu kemampuan keuangan negara membaik dan memungkinkan alokasi dana yang besar untuk sektor pendidikan, semua pihak sebaiknya memikirkan berbagai persoalan di atas. Salah satu alternatifnya adalah, dana 20 persen APBN untuk pendidikan untuk dialokasikan kepada daerah melalui mekanisema DAK (dana alokasi khusus).
Dengan mekanisme DAK, rantai panjang dari pusat ke daerah yang rawan KKN akan bisa dipangkas. Dengan mekanisme DAK, tertutup kemungkinan Pemda untuk mengalokasikan dana itu untuk keperluan di luar sektor pendidikan. Selain itu, pusat juga masih memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol dalam batas-batas wajar terhadap penggunaan dana tsb.
Masalahnya adalah hingga saat ini peraturan yang ada hanya mengizinkan penggunaan DAK untuk keperluan pembangunan fisik. Padahal untuk pendidikan keperluan non-fisik yang berorientasi pada peningkatan kualitas juga tak kalah penting. Selain itu, DAK juga mensyaratkan adanya “dana pendamping” dari Pemda. Itu jelas tidak cocok kalau agan digunakan sebagai mekanisme penyaluran dana 20% APBN. Kalau begitu, kenapa tidak peraturannya saja yang diubah?

2.3.  Alternatif Solusi di Tingkat Daerah: Sistem “Earmarking”
Dari sisi pembiayaan pendidikan di daerah, idenya adalah bagaimana mencari sumber pembiayaan pendidikan yang memiliki dua karakteristik dasar. Pertama, cukup dan stabil bagi sektor pendidikan di daerah untuk memenuhi target 20% anggaran untuk pendidikan. Kedua, berada dalam kewenangan Pemda, sehingga memungkinkan dijadikan “kebijakan fiskal” di daerah (dinaikkan/diturunkan jika dianggap perlu). Salah satu alternatif yang mungkin adalah menerapkan sistem earmarking. Pada prinsipnya, dalam sistem earmarking ada suatu sumber penerimaan yang secara transparan dan konsisten dialokasikan untuk keperluan sektor pendidikan. Sumber penerimaan tersebut harus merupakan sumber penerimaan yang berada dalam kewenangan Pemda.

E.                 PERBAIKAN INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN FISIK KALBAR MASIH 30 PERSEN LAGI

Perbaikan infrastruktur fisik atau bangunan sekolah dikalbar masih jauh dari angka rata-rata perbaikan infrastruktur fisik di indonesia yang mencapai 15 persen ketika ditemui rri kepala dinas pendidikan – disdik kalbar, drs. Alexsius akim mm mengatakan perbaikan infrastruktur fisik pendidikan di daerah ini mencapai 32 persen lebih
Sehingga disdik provinsi kalbar mengajukan ke pemerintah pusat supaya dana alokasi khusus – dak di bidang pendidikan di kalbar memberlakukan persentase pengalokasian anggaran khusus - dak denagn persentase 30 persen untuk peningkatan mutu pendidikan dan 70 persen untuk perbaikan infrastruktur fisik pendidikan. Bukan persentase anggaran  yang dilaksanakan selama ini yakni 30 persen untuk perbaikan infrastrukur pendidikan dan 70 persen dialokasikan sebagai peningakatan mutu pendidikan
Sementara itu menteri pendidikan nasional – mendiknas ri . Prof. Dr. Ir. H. Mohammad nuh, dia ketika ditemui rri saat melakukan kunjungan ke pontianak  mengatakan pemerintah pusat sudah menganggarkan alokasi dana 20 persen untuk pendidikan dari anggaran pendapatan belanja-apbn setiap tahunnya 
Persoalan perbaikan bangunan fisik sekolah dikalbar muhamad nuh mengharapkan anggaran perbaikan pembangunan pendidikan supaya dilakukan perencanan anggaran dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD masing-masing untuk dialokasi menambah anggaran 20 persen lagi untuk dunia pendidikan.
Permasalahan perluasaan akses dan pemerataan layanan pendidikan dikalbar disebebkan kurangnya sarana dan prasaran belajar seperti gedung. Ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang penunjangan lainya diikuti juga dangan  kurangnya tenaga pengajar, kurang tenaga guru, masalah pembangunan infrastrukr jalan termasuk terbatasanya sumber dan dana yang tersedia.
Ø  Alokasi Anggaran Pendidikan Kota Pontianak 2010
Pemerintah pada tahun anggaran 2010 harus memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan Barat.Demikian ditegaskan Anggota Komisi D DPRD Kalbar Miftah, Kamis (31/12). Dalam penghitungan Pontianak Post , jika 20 persen dari total APBD kalbar tahun anggaran 2010 yang diproyeksikan mencapai Rp1,54 triliun, maka anggaran pendidikan sebesar Rp308 miliar.
Namun demikian Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya dalam pidato pengantar nota keuangan RAPBD Kalbar 2010 di sidang paripurna DPRD Kalbar, baru-baru ini, menyampaikan bahwa pengalokasian belanja langsung untuk urusan wajib yang meliputi bidang pendidikan sebesar Rp54,80 miliar.Menurut Miftah, alokasi anggaran pendidikan yang sesuai dengan amanah UUD 1945 diperlukan diantaranya untuk memperbaiki infrastruktur dan suprastruktur sekolah, serta perbaikan kesejahteraan dan kualitas kompetensi guru.
Bila pada APBD murni 2010 Kota Pontianak alokasi anggaran pendidikan mencapai 37 persen, maka dalam anggaran perubahan meningkat menjadi 39,7 persen dari total anggaran.
“Alokasi anggaran pendidikan yang hampir 40 persen dari total anggaran perubahan ini memang masih banyak pada porsi belanja tidak langsung, seperti untuk membayar gaji guru,” kata H Arief Joni Prasetyo ST, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, Senin (4/10).
Sebenarnya kata Arief, peningkatan alokasi anggaran pendidikan ini diharapkan tidak hanya pada peningkatan belanja tidak langsung, tapi juga belanja langsung. Dalam APBD Perubahan Kota Pontianak 2010 yang total anggarannya sebesar Rp 827,9 miliar, di mana sekitar 39,7 persennya untuk Dinas Pendidikan.
“Besarnya alokasi anggaran pendidikan ini, hendaknya disertai dengan pengelolaan yang lebih profesional di Dinas Pendidikan, agar tidak terjadi masalah di kemudian hari,” kata Arief.
Dengan meningkatnya alokasi pendidikan setiap tahunnya, Arief optimis target Pemkot Pontianak untuk menyelesaikan permasalahan infrastruktur pendidikan akan selesai pada tahun 2012. “Ini masih tergantung alokasi anggaran pendidikan pada 2011 dan 2012 mendatang, bila kenaikannya konsisten, saya optimis permasalahan infrastruktur pendidikan selesai pada 2012,” jelasnya.
Permasalahan infrastruktur pendidikan kata Arief, memang telah menjadi komitmen bersama antara eksekutif dan legislatif Kota Pontianak. “Di samping juga peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama tenaga pendidik, agar lulusan dari sekolah-sekolah di Kota Pontianak menjadi lebih baik dan terus meningkat,” ucapnya.
Untuk peningkatan alokasi dana pendidikan tersebut, Arief juga mengharapkan pemerintah pusat membalik porsi alokasi anggaran dana perimbangan. Bila sekarang di pusat 67 persen dan daerah 33 persen, di era otonomi daerah ini hendaknya di daerah 67 persen dan di pusat 33 persen. “Karena dana perimbangan ini masih menjadi sumber pendapatan alokasi pendidikan di daerah,” jelasnya.
Dia mengharapkan dana APBN yang mengucur ke daerah lebih besar lagi. “Semestinya ini diperjuangkan teman-teman di DPR-RI, agar kualitas pendidikan di daerah lebih baik,”